Senin, 17 Oktober 2011

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KOPERASI
DI INDONESIA


Sudah sejak lama bangsa Indonesia mengenal hal yang disebut kekeluargaan dan gotong royong, hal itu telah sekian lama dipraktekan oleh nenek moyang kita. Kebiasaan ini lah yang menjadi dasar atau pedoman pelaksanaan koperasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke 18 telah megubah wajah dunia. Berbagai macam penemuan di bidang teknologi membuat tatanan dunia ekonomi menjadi terpusat kepada keuntungan perseorangan, yaitu kaum pemilik modal (kapitalisme). Kaum kapitalis memanfaatkan penemuan tersebut untuk memperkaya dirinya sendiri dan memperkuat kedudukan ekonominya. Sistem ekonomi kapitalis ini memberi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik modal akan tetapi melahirkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah.

Dalam kemiskinan dan kemelaratan ini lalu muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya sendiri dengan cara mendirikan koperasi. Pada tahun 1844 lahirlah koperasi untuk pertama kalinya di Inggris, yang terkenal dengan nama Koperasi Rochdale di bawah pimpinan Charles Howart. Lalu di Jerman ada Frederich Willhelm dan Hermann Schulze yang mempelopori lahirnya koperasi simpan pinjam. Di Perancis muncul tokoh-tokoh koperasi seperti Charles Fourier, Louis Blance dan Ferdinand Lassalle. Demikian pula di Denmark, bahkan Denmark menjadi negara yang paling berhasil di dunia dalam mengembangkan ekonominya melalui koperasi.

Kemajuan Industri di eropa ikut menyebar ke negara-negara lain dan akhirnya bangsa eropa mulai mengembangkan sayap untuk memasarkan hasil industri sekaligus mencari bahan mentah untuk industri mereka. Pada awalnya kedatangan mereka murni untuk berdagang. Akan tetapi nafsu serakah kaum kapitalis ini berubah menjadi bentuk penjajahan yang sangat merugikan dan memelaratkan masyarakat.

Misalnya bangsa Indonesia, bangsa kita dijajah oleh Belanda selama kurang lebih 3 abad dan setelah itu dijajah Jepang selama 3,5 tahun. Selama masa penjajahan, bangsa Indonesia berada dalam kemelaratan dan kesengsaraan. Penjajah menindas rakyat dan mengeruk sebanyak-banyaknya hasil kekayaan alam Indonesia. Penjajahan menjadikan perekonomian Indonesia terbelakang, masyarakat diperbodoh sehingga dengan mudah ditipu dan diperas oleh para kaum lintah darat dan tengkulak.

Koperasi memang lahir dari penderitaan seperti yang terjadi di eropa pada pertengahan abad ke 18. Koperasi di Indonesia pun lahir sebagai usaha memperbaiki ekonomi masyarakat yang ditindas oleh penjajah pada masa itu.

Sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam 2 masa, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan.


MASA PENJAJAHAN

Gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisiatif tokoh Raden Aria Wiriatmadja pada tahun 1896. Dia adalah seorang patih di Purwokerto (Banyumas), beliau berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Dengan bantuan dari E. Siegberg seorang asisten residen Purwokerto, Raden Aria mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Siegberg. Akhirnya mereka bersama-sama mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen (koperasi simpan pinjam untuk kaum tani).

Gerakan koperasi semakin meluas, dengan munculnya pergerakan nasional yang menentang penjajahan. Boedi Oetomo yang berdiri pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga (koperasi konsumsi). Serikat Islam pada tahun 1913 memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan toko koperasi. Pada tahun 1927 usaha koperasi dilanjutkan oleh Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) di Surabaya. Partai Nasional Indonesia (PNI) didalam kongresnya di Jakarta juga berusaha menggelorakan semangat koperasi.

Pergerakan koperasi selama masa penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancar karena pemerintah Belanda (VOC) selalu berusaha menghalanginya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915, yang isinya:

  • Mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jendral
  • Akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
  • Ongkos materai sebesar 50 golden
  • Hak tanah harus menurut hukum eropa
  • Harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjur koperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “panitia koperasi” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini bertugas untuk meneliti 'perlunya koperasi'. Lalu pada tahun 1927 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari peraturan sebelumnya, yang isinya antara lain:

  • Akta tidak perlu dengan perantaraan notaris, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
  • Ongkos materai 3 golden
  • Hak tanah dapat menurut hukum adat
  • Berlaku untuk orang Indonesia asli, yang menpunyai hak badan hukum secara adat

Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kembali. Lalu pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Koperasi hanya dijadikan alat oleh Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dikatakan mati.

MASA KEMERDEKAAN

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan, sesuai dengan UUD 1945 pasal 33.

Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementrian Kemakmuran.. Pada tahun 1946, berdasarkan data Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2500 koperasi. Pada saat itu koperasi berkembang dengan pesat. Namun karena sistem pemerintahan berubah-ubah, terjadilah kehancuran koperasi di Indonesia menjelang pemberontakan G30S/PKI. Partai-partai memanfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, sehingga masyarakat kehilangan kepercayaan dan takut menjadi anggota koperasi.

Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S/PKI.

Pada tahun 1947 pemerintah berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kongres ini menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain:

  • Mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI)
  • Menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
  • Menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi

Akibat tekanan dari berbagai pihak, misalnya agresi Belanda, keputusan Kongres Koperasi I belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Sehingga pada tanggal 12 Juli 1953 diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut:

  • Membentuk Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) sebagai pengganti SOKRI
  • Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
  • Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
  • Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru

Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi:
  • Kesadaran & pengetahuan masyarakat terhadap koperasi masih sangat rendah
  • Pengalaman masa lalu mengakibatkan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi

Kebijakan pemerintah untuk melaksanakan program koperasi:
  • Menggiatkan pembangunan koperasi
  • Memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
  • Memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil

Organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki, karena koperasi dapat membantu pengusaha dan petani ekonomi lemah. Untuk itu pemerintah harus menjalankan program koperasi tersebut di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar